Senin, 26 Oktober 2015

EMILE DURKHEIM (teori sosiologi klasik)


1.    Teori-teori Emile Durkheim
a)   Teori Solidaritas (The Division of Labour in Society)
Dalam buku ini menerangkan bahwa masyarakat modern tidak diikat oleh kesamaan antara orang-orang yang melakukan pekerjaaan yang sama, akan tetapi pembagian kerjalah yang mengikat masyarakat dengan memaksa mereka agar tergantung satu sama lain. solidaritas  menunjuk pada suatu keadaan hubungan antara individu dan / atau kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama yang diperkuat oleh pengalaman emosional bersama.
1) Solidaritas Mekanis
Solidaritas mekanis dibentuk oleh hokum represif karena anggota masyarakat jenis ini memiliki kesamaan satu sama lain, dan karena mereka cenderung sangat percaya pada moralitas bersama, apapun pelanggaran terhadap system nilai bersama tidak akan dinilai main-main oleh setiap individu. Pelanggar akan dihukum atas pelanggaranya terhadap system moral kolektif. Meskipun pelanggaran terhadap system moral hanya pelanggaran kecil namun mungkin saja akan dihukum dengan hukuman yang berat.
2)      Solidaritas Organic
Masyarakat solidaritas organic dibentuk oleh hukum restitutif. Dimana seseorang yang melanggar harus melakukan restitusi untuk kejahatan mereka, pelanggaran dilihat sebagai serangan terhadap individu tertentu atau sekmen tertentu dari masyarakat bukannya terhadap sistem moral itu sendiri. Dalam hal ini, kurangnya moral kebanyakan orang tidak melakukan reaksi xecara emosional terhadap pelanggaran hukum.  Durkheim berpendapat masyarakat modern bentuk solidaritas moralnya mengalami perubahan bukannya hilang.
Dalam masyarakat ini, perkembangan kemandirian yang diakibatkan oleh perkembangan pembagian kerja menimbulkan kesadaran-kesadaran individual yang lebih mandiri, akan tetapi sekaligus menjadi semakin tergantung satu sama lain, karena masing-masing individu hanya merupakan satu bagian saja dari suatu pembagian pekerjaan sosial.
b)   Fakta Sosial (The Rule Of Sociological Method)
Menurut Durkeim fakta sosial/gejala sosial adalah benda artinya gejala sosial adalah riil secara obyektif, dengan satu eksistensi yang terlepas dari gejala biologis atau psikologis individu.
1)      Fakta Sosial
Asumsi yang paling fundamental yang mendasari pendekatan Durkheim terhadap sosiologi adalah bahwa gejala social itu real dan mempengaruhi kesadaran individu serta  perilakunya yang berbeda dari karakteristik psikologis, biologis atau karakteristik individu lainnya. Banyak yang tertarik dalam mengembangkan suatu penjelasan naturalistic atau ilmiah tentang perilaku manusia dan juga mengenai institsi social, mendasarkan analisanya pada karakteristik individu.
2)      Fakta Sosial Lawan Fakta Individu
Menurut Durkheim fakta social itu tidak dapat direduksikan ke fakta individu melainkan memiliki eksistensi yang independen pada tingkat social. Durkheim hidup di bawah pengaruh positivisme, ilmu dilihat sebagai suatu yang berhubungan dengan gejala yang riil (factual). Tanpa obyek riil sebagai pokok permasalahannya, suatu ilmu tentang masyarakat tidaklah mungkin ada. Dalam karir awal Durkheim ( The Rules of Sociological Method) dijelaskan bahwa gejala social itu adalah benda. Artinya, gejala social adalah riil secara obyektif dengan satu eksistensi yang terlepas dari gejala biologis atau psikologis individu.
3)      Karakteristik Fakta Sosial
Ø Bersifat eksternal terhadap individu
Meskipun banyak dari fakta sosial ini akhirnya diendapkan oleh individu melalui proses sosialisasi, individu itu sejak awalnya mengkonfrontasikan fakta sosial itu sebagai satu kenyataan eksternal,
Ø Memaksa individu
individu memang dipaksa, dibimbing, diyakinkan, didorong, atau dengan cara tertentu dipengaruhi oleh berbagai tipe fakta sosial dalam lingkungan sosialnya. Namun, bukan berarti bahwa individu itu harus mengalami paksaan fakta sosial dengan cara yang negatife atau membatasi seperti memaksa seseorang untuk berperilaku yang bertentangan dengan kemauannya. Kalau proses sosialisasi itu berhasil, individu sudah mengendapkan fakta sosial yang cocok sedemikian menyeluruhnya sehingga perintah-perintahnya akan kelihatan sebagai hal yang biasa, sama sekali tidak bertentangan dengan kemauan individu.
Ø Bersifat umum atau menyebar luas dalam suatu masyarakat.
fakta social ini merupakan milik bersama, bukan sifat individu perorangan.
c)    Teori Bunuh Diri (Suicide)
Durkheim memilih studi bunuh diri karena persoalan ini relative merupakan fenomena konkrit dan spesifik, di mana tersedia data yang bagus cara komparatif. Akan tetapi, alasan utama Durkheim untuk melakukan studi bunuh diri ini adalah untuk menunjukkan kekuatan disiplin Sosiologi. Dia melakukan penelitian tentang angka bunuh diri di beberapa negara di Eropa. Secara statistik hasil dari data-data yang dikumpulkannya menunjukkan kesimpulan bahwa gejala-gejala psikologis sebenarnya tidak berpengaruh terhadap kecenderungan untuk melakukan bunuh diri. Menurut Durkheim peristiwa-peristiwa bunuh diri sebenarnya merupakan kenyataan-kenyataan sosial tersendiri yang karena itu dapat dijadikan sarana penelitian dengan menghubungkannya terhadap sturktur sosial dan derajat integrasi sosial dari suatu kehidupan masyarakat.
Durkheim memusatkan perhatiannya pada 3 macam kesatuan sosial yang pokok dalam masyarakat:
Ø Bunuh Diri dalam Kesatuan Agama
Dari data yang dikumpulan Durkheim menunjukkan bahwa angka bunuh diri lebih besar di negara-negara protestan dibandingkan dengan penganut agama Katolik dan lainnya. Penyebabnya terletak di dalam perbedaan kebebasan yang diberikan oleh masing-masing agama tersebut kepada para penganutnya.
Ø Bunuh Diri dalam Kesatuan Keluarga
Dari penelitian Durkheim disimpulkan bahwa semakin kecil jumlah anggota dari suatu keluarga, maka akan semakin kecil pula keinginan untuk hidup. Kesatuan sosial yang semakin besar, mengikat orang pada kegiatan-kegiatan sosial di antara anggota-anggota kesatuan tersebut.
Ø Bunuh Diri dalam Kesatuan Politik
Dari data yang dikumpulkan, Durkheim menyimpulkan bahwa di dalam situasi perang, golongan militer lebih terintegrasi dengan baik, dibandingkan dalam keadaan damai. Sebaliknya dengan masyarakat sipil.
Kemudian data tahun 1829-1848 disimpulkan bahwa angka bunuh diri ternyata lebih kecil pada masa revolusi atau pergolakan politik, dibandingkan dengan dalam masa tidak terjadi pergolakan politik.
Durkheim membagi tipe bunuh diri ke dalam 4 macam:
1)   Bunuh Diri Egoistis
Tingginya angka bunuh diri egoistis dapat ditemukan dalam masyarakat atau kelompok di mana individu tidak berinteraksi dengan baik dalam unit sosial yang luas. Lemahnya integrasi ini  melahirkan perasaan bahwa individu bukan bagian dari masyarakat, dan masyarakat bukan pula bagian dari individu. Lemahnya integrasi sosial melahirkan arus sosial yang khas, dan arus tersebut melahirkan perbedaan angka bunuh diri. Misalnya pada masyarakat yang disintegrasi akan melahirkan arus depresi dan kekecewaan. Kekecewaan yang melahirkan situasi politik didominasi oleh perasaan kesia-siaan, moralitas dilihat sebagai pilihan individu, dan pandangan hidup masyarakat luas menekan ketidakbermaknaan hidup, begitu sebaliknya.
Durkheim menyatakan bahwa ada faktor paksaan sosial dalam diri individu untuk melakukan bunuh diri, di mana individu menganggap bunuh diri adalah jalan lepas dari paksaan sosial.
2)   Bunuh Diri Altruistis
Terjadi ketika integrasi sosial yang sangat kuat, secara harfiah dapat dikatakan individu terpaksa melakukan bunuh diri. Salah satu contohnya adalah bunuh diri massal dari pengikut pendeta Jim Jones di Jonestown, Guyana pada tahun 1978. contoh lain bunuh diri di Jepang (Harakiri).
Bunuh diri ini makin banyak terjadi jika makin banyak harapan yang tersedia, karena dia bergantung pada keyakinan akan adanya sesuatu yang indah setelah hidup di dunia. Ketika integrasi mengendur seorang akan melakukan bunuh diri karena tidak ada lagi kebaikan yang dapat dipakai untuk meneruskan kehidupannya, begitu sebaliknya.
3)   Bunuh Diri Anomic
Bunuh diri ini terjadi ketika kekuatan regulasi masyarakat terganggu. Gangguan tersebut mungkin akan membuat individu merasa tidak puas karena lemahnya kontrol terhadap nafsu mereka, yang akan bebas berkeliaran dalam ras yang tidak pernah puas terhadap kesenangan.
Bunuh diri ini terjadi ketika menempatkan orang dalam situasi norma lama tidak berlaku lagi sementara norma baru belum dikembangkan (tidak ada pegangan hidup). Contoh: bunuh diri dalam situasi depresi ekonomi seperti pabrik yang tutup sehingga para tenaga kerjanya kehilangan pekerjangan, dan mereka lepas dari pengaruh regulatif yang selama ini mereka rasakan.
Contoh lainnya seperti booming ekonomi yaitu bahwa kesuksesan yang tiba-tiba individu menjauh dari struktur tradisional tempat mereka sebelumnya melekatkan diri.
4)   Bunuh Diri Fatalistis
Bunuh diri ini terjadi ketika regulasi meningkat. Durkheim menggambarkan seseorang yang mau melakukan bunuh diri ini seperti seseorang yang masa depannya telah tertutup dan nafsu yang tertahan oleh disiplin yang menindas. Contoh: perbudakan.
Hubungan Empat Jenis Bunuh Diri menurut Durkheim
Integrasi
Rendah
Bunuh diri egoistis
Tinggi
Bunuh diri altruistis
Regulasi
Rendah
Bunuh diri anomic
Tinggi
Bunuh diri fatalistis

d)   Teori tentang Agama (The Elemtary Forms of Religious Life)
Dalam teori ini Durkheim mengulas sifat-sifat, sumber bentuk-bentuk, akibat, dan variasi agama dari sudut pandang sosiologistis. Agama menurut Durkheim merupakan ”a unified system of belief and practices relative to sacret things”, dan selanjutnya “ that is to say, things set apart and forbidden – belief and practices which unite into one single moral community called church  all those who adhere to them.” Agama menurut Durkheim berasal dari masyarakat itu sendiri. Masyarakat selalu membedakan mengenai hal-hal yang dianggap sakral dan hal-hal yang dianggap profane atau duniawi.
Dasar dari pendapat Durkheim adalah agama merupakan perwujudan dari collective consciouness sekalipun selalu ada perwujudaan-perwujudan lainnya. Tuhan dianggap sebagai simbol dari masyarakat itu sendiri yang sebagai collective consciouness kemudian menjelma ke dalam collective representation. Tuhan itu hanya lah idealisme dari masyarakat itu sendiri yang menganggapnya sebagai makhluk yang paling sempurna (Tuhan adalah personifikasi masyarakat). Kesimpulannya, agama merupakan lambang collective representation dalam bentuknya yang ideal, agama adalah sarana untuk memperkuat kesadaran kolektif seperti ritus-ritus agama. Orang yang terlibat dalam upacara keagamaan maka kesadaran mereka tentang collective consciouness semakin bertambah kuat. Sesudah upacara keagamaan suasana keagamaaan dibawa dalam kehidupan sehari-hari, kemudian lambat laun collective consciousness tersebut  semakin lemah kembali.
e.       Kritik Terhadap Emile Durkheim
Durkheim mendapat kritik terhadap jalan pikirannya yang tidak kenal kompromi tentang besarnya peran jiwa kelompok yang membentuk individu-individu anggota masyarakat yang oleh pengeritiknya dianggap berat sebelah. Namun, Durkeim membantah kritikan tersebut sebab teori-teorinya bukan tak berdasar, melainkan diperoleh dari penelitian-penelitian langsungnya dan dengan metode-metode scientific.

sumber:
George Ritzer & Douglas J. Goodman.2010.Teori Sosiologi: Dari Teori Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Mutakhir Teori Sosial Postmodern.Kreasi Wacana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar