Kamis, 11 April 2013

AUGUSTE COMTE (teori sosiologi klasik)


1.
 Latar Belakang Pemikiran Auguste Comte
Untuk memahami pemikir sintetis seperti halnya Comte, adalah penting bagi kita untuk mengenal sejauh mungkin berbagai sumber yang menjadi latar belakang pemikirannya. Hal ini terutama karena Comte adalah Filsuf yang telah berhasil untuk mensintesakan didalam dirinya berbagai hasil pemikiran dari berbagai ahli pikiran yang mendahuluinya. Ada beberapa sumber penting yang menjadi latar belakang yang menentukan jalan pikiran Comte, yaitu:
a)    Revolusi perancis dengan segala aliran pikiran yang berkembang pada masa itu. Comte tidaklah dapat dipahami tanpa latar belakang revolusi perancis dan juga Restorasi Dinasti Bourbon di Perancis yaitu pada masa timbulnya krisis sosial yang maha hebat dimasa itu. Sebagai seorang ahli pikir, Comte berusaha untuk memahami krisis yang sedang terjadi tersebut. ia berpendapat bahwa manusia tidaklah dapat keluar dari krisis sosial yang terjadi itu tanpa melalui pedoman – pedoman berpikir yang bersifat scientific. Maka revolusi itu merupakan stimulus bagi pikiran Comte sendiri,
b)   Filsafat sosial yang berkembang di Perancis pada abad ke-18. Khususnya filsafat yang dikembangkan oleh para penganut paham encyclopedist ini, terutama dasar – dasar pikirannya, sekalipun kelak ia mengambil posisi tersendiri setelah keluar dari aliran ini.
c)    Aliran reaksioner dari para ahli pikir Thoecratic terutama yang bernama De Maistre dan De Bonald. Aliran reaksioner dalam pemikiran Katolik Roma adalah aliran yang menganggap bahwa abad pertengahan kekuasaan gereja sangat besar, adalah periode organis, yaitu suatu periode yang secara paling baik dapat memecahkan berbagai masalah – masalah sosial. Aliran ini menentang pendapat para ahli yang menganggap bahwa abad pertengahan adalah abad di mana terjadinya stagmasi didalam ilmu pengetahuan, karena kekuasaan gereja yang demikian besar di segala lapangan kehidupan. Comte telah membaca karya-karya pemikir Theocratic dibawah pengaruh Sain Simont sebagaimana diketahui Sain Simont juga menganggap bahwa abad pertengahan adalah periode organic yang bersifat konstruktif.
Comte adalah penyumbang terbesar untuk membangun sosiologi sebagai suatu ilmu. Dalam buku filsafat positifnya, yang pada dasarnya merupakan suatu buku tentang filsafat ilmu pengetahuan dan uraian tentang itu telah mengambil tempat paling banyak dalam bukunya itu. Comte menguraikan metode-metode berpikir ilmiah. Comte mengatakan bahwa ilmu pengetahuan pada dasarnya tidak lebih dari pada suatu perluasan metode yang sangat sederhana dari  akal sehat, terhadap semua fakta– fakta yang tunduk kepada akal pikiran manusia. Comte sangat mendasarkan seluruh pemikirannya kepada perkembangan atau kemampuan akal pikiran atau intelegensi manusia. Dengan cara berpikir seperti ini nantinya akan melahirkan banyak kritik terhadap Comte dengan filsafat positif yang dikembangkannya.

2.    Teori–Teori Auguste Comte Dan Perkembangannya Dalam Ilmu Sosiologi
Auguste Comte membagi sosiologi menjadi dua bagian yaitu Social Statics dan Social Dynamic. Social statics dimaksudkannya sebagai suatu study tentang hokum-hukum aksi dan reaksi antara bagian-bagian dari suatu sistem sosial. Social statics merupakan bagian yang paling elementer dari ilmu sosiologi, tetapi dia bukanlah bagian yang paling penting dari study mengenai sosiologi, karena pada dasarnya social statics merupakan hasil dari suatu pertumbuhan.
Bagian yang paling penting dari sosiologi menurut Auguste Comte adalah apa yang disebutnya dengan social dynamic, yang didefinisikannya sebagai teori tentang perkembangan dan kemajuan masyarakat. Karena social dynamic merupakan study tentang sejarah yang akan menghilangkan filsafat yang spekulatif tentang sejarah itu sendiri.
Pembagian sosiologi kedalam dua bagian ini bukan berarti akan memisahkannya satu sama lain. Bila social statics merupakan suatu study tentang masyarakat yang saling berhubungan dan akan menghasilkan pendekatan yang paling elementer terhadap sosiologi, tetapi study tentang hubungan– hubungan sosial yang terjadi antara bagian – bagian itu tidak akan pernah dapat dipelajari tanpa memahaminya sebagai hasil dari suatu perkembangan. oleh karena itu, Comte berpendapat bahwa tidaklah akan dapat diperoleh, suatu pemahaman yang layak dari suatu masalah sosial tanpa mengguanakan pendekatan social dynamic atau pendekatan historis.
a)    Social Dynamics
Social dynamics adalah teori tentang perkembangan manusia. Comte tidak membicarakan tentang asal usul manusia karena itu berada di luar batas ruang lingkup ilmu pengetahuan. Karena ajaran filsafat positif yang diajukannya mengatakan bahwa semua ilmu pengetahuan haruslah dapat dibuktikan dalam kenyataan. Dia berpendapat bahwa di dalam masyarakat terjadi perkembangan yang terus menerus, sekalipun dia juga menambahkan bahwa perkembangan umum dari masyarakat tidak merupakan jalan lurus.
Ada banyak hal yang mengganggu perkembangan suatu masyarakat seperti faktor ras manusia sendiri, faktor iklim dan faktor tindakan politik. Comte berpendapat bahwa jawaban tentang perkembangan sosial harus dicari dari karakteristik yang membedakan antara manusia dengan binatang. Menurut Comte, yang membedakan manusia dengan binatang adalah perkembangan inteligensi manusia yang lebih tinggi. Comte mengajukan hukum tentang 3 tingkatan inteligensi manusia, yaitu pemikiran yang bersifat theologis atau fictious, metaphisik atau abstrak, scientific atau positive. Sjarah umat manusia sebenarnya ditentukan oleh pertumbuhan dari pemikiran manusia, hukum tertinggi dari sosiologi haruslah hukum tentang perkembangan inteligensi manusia.

Ø The Law of three stages
Merupakan hukum tentang perkembangan inteligensi manusia, dan yang berlaku tidak hanya terhadap perkembangan manusia, tetapi juga berlaku terhadap perkembangan individu. Hukum ini merupakan generalisasi dari tiap bagian dari pemikiran manusia yang berkembang semakin maju melalui 3 tahap pemikiran, yaitu The Telogical, or Fictitious; The Metaphysical or Abstract; dan The Scientific, or Positive.
Tahap tingkatan pemikiran yang bersifat theological atau fictious dibagi kedalam 3 bagian yaitu Fethism, adalah untuk menggambarkan tingkatan pemikiran yang menganggap bahwa semua gejala yang terjadi dan bergerak berada dibawah pengaruh dari suatu kekuatan supernatural atau suatu kekuatan ghaib. Dalam pemikiran ini, manusia menginterpretasikan segala hal sebagai karya (hasil tindakan) dari supernatural being. Oleh para ahli bidang agama dianggap sebagai tahap perkembangan agama pada tingkatan yang animisme. Tetapi evolusi pemikiran manusia berlangsung terus. Melalui suatu proses atau daya imajinasi, manusia mulai menyederhanakan daripada kekuatan-kekuatan gaib yang dianggap menguasai segala benda-benda dan sesuatu yang bergerak itu. Proses penyederhanaan ini menuju ke arah tahap pemikiran yang bersifat polytheism. Polytheism, yaitu tingkat pemikiran bahwa segala sesuatu yang di alam ini dikemudikan oleh kemauan dewa-dewa.
Dalam ini timbulah anggapan bahwa dewalah yang menguasai gejala-gejala tertentu, dimana masing-masing dewa itu hanya mengatur suatu kekuatan atau bagian khusus tertentu. Dari tahap pemikiran polytheism, terjadilah hal-hal yang bersifat kontradiktif, terutama mengenai kekuatan dari berbgai dewa. Ada semacam kekayaan yang timbul dan manusia akhirnya tiba pada suatu kesimpulan, bahwa dari berbagai dewa-dewa tersebut, pastilah ada suatu dewa yang dianggap memiliki kedudukan tertinggi, dibandingkan dengan dewa yang lain. Tahap ini menjurus kearah strukturisasi dari para dewa tersebut, yaitu anggapan atau pengakuan terhadap adanya dewa yang tertinggi yang mengatur dewa-dewa yang lain. Dari pemikiran penyederhanaan dewa-dewa tersebut, sampailah manusia pada tingkat pemikiran yang menganggap bahwa hanya ada satu Tuhan yang mengendalikan alam ini, yang disebut dengan monotheism.
Ø  The Law of the hierarchie of the sciencies (hierarki dari ilmu pengetahuan)
Di dalam menyusun susunan ilmu pengetahuan, Comte menyadarkan diri kepada tingkat perkembangan pemikiran manusia dengan segala tingkah laku yang terdapat didalamnya. Sehingga sering kali terjadi didalam pemikiran manusia, kita menemukan suatu tingkat pemikiran yang bersifat scientific. Sekaligus pemikiran yang bersifat theologies didalam melihat gejala-gejala atau kenyataan-kenyataan.
Ø  The Law of the correlation of practical activities
Comte yakin bahwa ada hubungan yang bersifat natural antara cara berfikir yang theologies dengan militerisme. Cara berfikir theologies mendorong timbulnya usaha-usaha untuk menjawab semua persoalan melalui kekuatan(force). Karena itu, kekuasaan dan kemenangan selalu menjadi tujuan daripada masyarakat primitive dalam hubungan satu sama lain.
Pada tahap yang bersifat metafisis, prinsip-prinsip hukum (khususnya hukum alam) menjadi dasar daripada organisasi kemasyarakatan dan hubungan antara manusia. Tahap metafisis yang bersifat legalistic demikian ini merupakan tahap transisi menuju ke tahap yang bersifat positif.
Ø The Law of the correlation of the feelings
Comte menganggap bahwa masyarakat hanya dapat dipersatukan oleh feelings. Demikianlah, bahwa sejarah telah memperlihatkan adanya korelasi antara perkembangan pemikiran manusia dengan perkembangan dari social sentiment. Didalam tahap yang teologis, sentiment sosial dan rasa simpati hanya terbatas dalam masyarakat lokal atau terbatas dalam city state. Tetapi dalam abad pertengahan, sosial sentiment berkembang semakin meluas seiring dengan perkembangan agama Kristen. Abad pertengahan adalah abad yang oleh Comte dianggap sebagai abad dalam tahap metafisis. Tetapi dalam tahap yang positif/ scientific, social simpati berkembang menjadi semakin universal. Comte yakin bahwa sikap positif dan scientific pikiraan manusia akan mampu memperkembangkan semangat alturistis dan menguniversilkan perasaan sosial(social simpati).

b)   Social statics
Dengan social statics dimaksudkan Comte sebagai teori tentang dasar masyarakat. Comte membagi sosiologi kedalam dua bagian yang memiliki kedudukan yang tidak sama. Sekalipun social statics adalah bagian yang lebih elememter didalam sosiologi tetapi kedudukannya tidak begitu penting dibandingkan dengan social dynamics. Fungsi dari sosial statics adalah untuk mencari hukum – hukum tentang aksi dan reaksi dari pada berbagai bagian didalam suatu sistem sosial. Sedangkan dalam sosial statics mencari hukum – hukum tentang gejala – gejala sosial yang bersamaan waktu terjadinya. Didalam sosial statics, terdapat 4 doktrin yaitu doktrin tentang individu, keluarga, masyarakat dan negara.

3.    BEBERAPA KRITIK TERHADAP AGUSTE COMTE
Comte merupakan figur sentral dalam sejarah pemikiran sosial. Dia merupakan pelopor dari suatu ilmu pengetahuan yang kelak tumbuh menjadi demikian penting dan sangat dibutuhkan. Ajaran Comte tentang pentingnya suatu pemahaman terhadap kenyatan – kenyataan objective yang bersifat positive, tidak pelak lagi merupakan dasar dari perkembangan ilmu pengetahuan. Tetapi sebagaimana halnya dengan para pioner lainnya, Comte tidaklah terlepas dari berbagai kekurangannya. Pertama, kita dapat mencatat tentang kekurangannya ini, sekalipun dia membela sosiologi yang dibangunnya itu sebagai suatu ilmu pengetahuan positif, tetapi pada kenyataannya dia tetap meletakakan sebagai bagian dari filsafat sosial. Namun sekalipun demikian, sosiologi telah berhutang budi sangat besar kepada Comte, yang menunjuk pentingnya penggunaan suatu metode ilmiah yang bersifat induktif didalam sosiologi. Dia memang telah melakukan kesalahan pada mulanya dengan ajarannya tentang pengertian phenomenalisme dengan objektivisme, tetapi hal tersebut tidaklah membutakan mata kita terhadap nilai positif dari sumbangannya untuk membangun suatu metode ilmiah yang tepat untuk membangun sosiologi.

sumber:
George Ritzer & Douglas J. Goodman.2010.Teori Sosiologi: Dari Teori Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Mutakhir Teori Sosial Postmodern.Kreasi Wacana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar